Selasa, 31 Mei 2011

Pabrik biodiesel terancam tak beroperasi

SUWANDI
WASPADA ONLINE

MEDAN - Dari 20 industri biodiesel yang mengantongi izin di dalam negeri, baru lima pabrik yang beroperasi akibat harga produk tersebut yang cenderung mahal dari harga bahan bakar minyak (BBM).

"Harga biodisel yang mahal menyulitkan penjualan, jadi pengusaha ragu menjalankan bisnis itu. Bisa saja terancam tak beroperasi," kata Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun, malam ini.

Dari lima pabrik itu pun, yang baru menjual produknya ke Pertamina juga masih dua pabrik saja. Harga biodiesel yang mahal itu sendiri merupakan dampak dari harga bahan baku berupa crude palm oil (CPO) yang masih dan bahkan terus menguat.

Kondisi itu diakui sangat disayangkan, mengingat selain Indonesia sudah seharusnya semakin terlepas dari ketergantungan bahan bakar minyak (BBM) dari bahan baku minyak bumi yang semakin terbatas juga karena potensi yang besar untuk menghasilkan produk itu.

Belum lagi, katanya, kalau berbicara soal lingkungan dimana penggunaan biodiesel bisa membantu menekan pencemaran karena produk itu ramah lingkungan.

"Pemerintah diharapkan membuat kebijakan tentang penggunaan/pemasaran BBN (bahan bakar nabati) karena sebenarnya Indonesia mempunyai peluang besar dalam bisnis itu," kata Derom yang juga Vice President II Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Keuntungan itu mengacu pada berpotensinya Indonesia meningkatkan produksi CPO dari 21 juta-22 juta ton dewasa ini. Pemerintah, misalnya harus membuat patokan harga jual biodiesel yang relevan di pasar.

Pemerintah harus mempunyai konsep apakah harga biodiesel yang lebih mahal dari harga BBM itu bisa mendapatkan subsidi juga seperti BBM, atau ada solusi lain untuk tetap memasyarakatkan penggunaan BBN itu, katanya.

Editor: SASTROY BANGUN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar