Minggu, 01 Februari 2009

Jejak Karbon Akan Menjadi Isu Utama

Kamis, 29 Januari 2009 | 01:12 WIB

Jakarta, Kompas - Efek jejak karbon atau carbon footprint dan nilai konservasi tinggi yang terkandung dalam suatu kawasan perkebunan sawit (high conservation value/HCV) akan menjadi isu utama pembangunan industri sawit ke depan.

Oleh karena itu, perlu melakukan langkah antisipasi. Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun, Rabu (28/1) di Jakarta, mengatakan, sampai saat ini pembangunan industri sawit di Indonesia selalu dikaitkan dengan isu kerusakan lingkungan.

Pengembangan lahan sawit dianggap merusak lahan gambut dan berdampak pada peningkatan efek rumah kaca.

Tidak hanya itu, perluasan lahan sawit juga dituding mengganggu habitat orang hutan. ”Isu-isu seperti ini tidak akan berhenti. Ke depan, isu jejak karbon dan HCV diperkirakan akan menjadi isu menarik yang patut diantisipasi,” katanya.

Derom mengatakan, setiap orang memiliki jejak karbon masing-masing. Tinggi-rendahnya jejak karbon seseorang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidup mereka dan makanan yang mereka konsumsi.

Persawitan di Indonesia terkait erat dengan isu jejak karbon karena produksi sawit mulai dari pembukaan lahan, penanaman, hingga pengolahan limbah amat berkaitan dengan produksi karbon.

HCV juga akan menjadi isu yang menarik diembuskan, terutama untuk pembukaan lahan baru. HCV merupakan nilai konservasi tinggi yang terkandung dalam suatu kawasan.

Ketua Kompartemen Pertanian Kadin Soedja’i Kartasasmita mengungkapkan, selain isu jejak karbon dan HCV, isu eksploitasi tenaga kerja wanita dan anak- anak juga bisa menjadi masalah baru.

Tahun 2008, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 18,8 juta ton. Dari total produksi itu, sekitar 4,5-5 juta untuk kebutuhan dalam negeri dan selebihnya diekspor. Uni Eropa sebagai konsumen terbesar minyak sawit dunia untuk keperluan biodiesel melakukan pembatasan penggunaan sawit.

source : Kompas, 29 jan 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar