Minggu, 01 Februari 2009

Upaya Peningkatan Ekspor CPO ke UE Masih Terhambat Regulasi

Kamis, 29 Januari 2009
JAKARTA (Suara Karya): Upaya peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Uni Eropa (UE) masih terhambat peraturan terkait batas penghematan efek rumah kaca dari bahan bakar fosil dan nabati.
"Uni Eropa mewajibkan angka ambang batas sebesar 35 persen. Sedangkan bahan bakar nabati dari minyak sawit hanya mampu sekitar 16 persen. Kalau dengan pengawasan yang superketat pun, paling maksimal kita hanya bisa mencapai 32 persen," kata Ketua I Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI)/Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Derom Bangun usai acara sosialisasi kegiatan International Conference & Exhibition on Palm Oil (ICE-PO 2009), di Jakarta, Rabu (28/1).
Syarat-syarat ini diajukan Uni Eropa untuk menjamin penghematan efek rumah kaca bagi minyak fosil dan nabati. Namun, kebijakan ini dapat menghambat ekspor CPO Indonesia ke pasar Uni Eropa yang masih potensial. Saat ini industri kelapa sawit menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor minyak dan gas serta mampu menyerap 4 juta tenaga kerja. Namun dampak krisis keuangan global saat ini ikut memengaruhi kinerja industri CPO nasional.
Produksi kelapa sawit pada 2009 diperkirakan mencapai 20 juta ton. Dalam hal ini, sekitar 4,5 hingga 5 juta ton untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor sebesar 15 hingga 15,5 juta ton.
Terkait penggunaan CPO oleh produsen biodiesel nasional, Derom berharap ada upaya meningkatkan kapasitas produksi. Ini dilakukan agar industri biodiesel bisa menyerap pasokan kelapa sawit lebih banyak lagi. Penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel berpotensi menambah permintaan dalam negeri sekitar 1,35 juta ton per tahun.
"Jika pabrik-pabrik penghasil biodiesel bisa memaksimalkan produksinya di tahun 2009 ini, maka permintaan minyak kelapa sawit dalam negeri bisa meningkat," ucapnya.
Menurut Derom, produksi biodiesel Indonesia dalam setahun diperkirakan mencapai 27 juta ton. Jika jumlah kelapa sawit yang digunakan ditingkatkan sebanyak 5 persen dalam total produksi tersebut, maka itu setara dengan 1,35 juta ton kelapa sawit per tahun. "Dengan demikian, permintaan kelapa sawit dalam negeri bisa meningkat hingga 6-6,5 juta ton di 2009. Ini membuat ekspor menjadi lebih sedikit sehingga bisa mengurangi tekanan harga di pasar dunia," tuturnya.
Di lain pihak, ICE-PO 2009 yang akan digelar di Jakarta Convention Centre (JCC) pada 27-29 Mei 2009 merupakan kerja sama Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan PT Bimatama Inka dalam upaya mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. ICE-PO 2009 akan diisi tidak kurang dari 150 gerai (booth) dari berbagai perusahaan dari dalam maupun luar negeri. "Tujuan jangka panjang penyelenggaraan ICE-PO 2009 ini adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai trade center atau pusat perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya di dunia. Kegiatan ini juga untuk memotivasi para pelaku industri agar terus mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas lahan sawit," ujar Direktur Penyelenggara ICE-PO 2009 Danny R Sultoni. (Bayu)

Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=219193

Tidak ada komentar:

Posting Komentar